BOOKING TIKET PESAWAT

Jurnalis

Jurnalis. Info sangat penting tentang Jurnalis. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Jurnalis

Jurnalis. Pulau Bunyu Kalimantan Timur. Kian tua, perspektif jurnalistiknya semakin matang dan melihat konflik lebih luas dari sekedar propaganda, tentara, senjata dan kehancuran. Adalah Irv Margolies, Kepala Biro NBC di London yang mengubahnya, "Orang tak peduli pada bangunan, pesawat atau senjata. Orang peduli pada orang."

"Sejak itu, untuk pertamakali dalam hidupku, saya menjadi hanyut lebih dalam pada tragedi manusia di sekitar saya," aku Martin. Dia semakin hirau pada etika dan moral berita, termasuk saat menggali pendapat para pelaku kejahatan kemanusiaan dan panglima perang penindas rakyat. Batinnya selalu bertanya, etiskah menyantap makanan yang dihidangkan pemimpin yang merampoki rakyatnya sendiri? Pantaskah mengambil gambar korban perang yang tengah meraung menangis, hanya dua meter darinya? Beranikah kita tetap kritis terhadap penindas rakyat padahal mereka sedang menentukan nasib hidup kita?

"Saya menjadi gampang tersentuh oleh orang-orang yang saya liput, menjadi lebih sensitif terhadap garis yang mesti saya seberangi untuk diberitakan," katanya.

Dia pun menempatkan korban sebagai subyek, tidak lagi sebagai obyek. Katanya, tak ada yang lebih baik ketimbang membiarkan orang menceritakan kisahnya sendiri.

Maka, semakin dalamlah dia memotret orang-orang terpinggirkan, mereka yang disudutkan dan tak dikanalisasi media, mereka itu termasuk penjahat perang dan orang-orang dari gerakan perlawanan yang kadung disamakan dengan teroris. Itu dilakukannya karena dia merasa memikul tanggungjawab untuk mengajak manusia menghentikan kebencian dan penderitaan.

Namun ketika NBC mengeluarkan kebijakan, mengurangi TED (Time exposed to danger) atau mempersempit ruang publikasi bagi para perusak kemanusiaan, Martin mematuhinya. Sewaktu ditawari mewawancarai Abu Musab al-Zarkawi, teroris sadis yang dihargai 25 juta dolar AS, Martin menampik demi TED.

"Mereka akan menerbangkanku ke Baghdad, lalu mengantarkanku ke teroris Alqaeda di lapangan. Saya menolak secara halus."

Kemudian Rwanda mengubah dirinya. Di situ, Martin mulai berani mencampakkan sensasi dan eksklusivitas liputan. Ketika kamerawannya melihat gambar "kuat" berupa gelimang mayat korban genosida sehingga dimintanya mobil berhenti agar bisa mengambil gambar, untuk pertama kali dalam karir jurnalistiknya Martin berkata, "Tidak, saya tak ingin melihatnya, jalan terus."

Independen

Martin menyesali keterlambatannya di Rwanda, tapi dia lebih menyesali dunia yang lambat mencegah pembantaian ratusan ribu orang hanya gara-gara etnis. Dia lalu semakin fokus pada korban perang, apalagi sejak awal dia tak tertarik meliput raja atau presiden atau liputan-liputan seremonial.

"Saya jarang mewawancarai kepala negara atau bos perusahaan. Saya tak peduli apa yang jenderal-jenderal katakan. Tak seorang pun yang menjual cerita kepadaku, dan tak satu pun kebijakan yang mengubah pandanganku. Saya hanya peduli pada orang yang menjadi korban," tulisnya.


BOOKING TIKET PESAWAT
Powered By : Blogger